Belajar Ilmu Syar'i dan Ilmu duniawi bersama Abuzahra

Ilmu Akhirat dan Dunia Haruslah Seimbang

BAHAYA FITNAH TAKFIR

Tinggalkan komentar

BAHAYA FITNAH TAKFIR
http://www.almanhaj.or.id/category/view/63/page/1

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
http://www.almanhaj.or.id/content/2684/slash/0

Dunia Islam dan kaum muslimin dewasa ini cukup menyedihkan. Tuduhan
demi tuduhan dilemparkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala, akibat
ulah sebagian kelompok kaum muslimin. Musuh-musuh Islam terus mengintai
negara dan masyarakat Islam; mengintai kapan kaum muslimin berbuat
salah, kapan menjadi materialis dan kapan cinta dunia menguasainya.

Akhirnya, masa-masa yang ditunggupun tiba. Kaum muslimin hidup
bergelimang dunia dan dosa. Kebodohan menjadi ciri mereka, menyebabkan
keluar dan menyelisihi syariat. Tanpa sadar membuat kerusakan di bumi
dan seisinya. Padahal sesuatu yang menyelisihi, pasti berbahaya;
apalagi dalam permasalahan agama.

Kehinaan dan fitnah pun melanda kaum muslimin, sebagai konsekwensi akibat melanggar dan jauhnya mereka dari syariat RasulNya.

Allah berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”. [An Nur:63].

Bermunculanlah penyakit dan fitnah dalam tubuh kaum muslimin. Membuat
mereka bingung, sedih dan berpecah-belah. Semoga Allah mengembalikan
dan mempersatukan kaum muslimin di atas ajaran agama Islam yang benar.

Diantara fitnah yang muncul dan sangat berbahaya dalam tubuh kaum
muslimin, yaitu fitnah takfir. Takfir ialah vonis kafir terhadap orang
lain yang menyimpang dari syari’at Islam. Fitnah ini berawal dari
munculnya sekte Khawarij pada zaman Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu. Fitnah ini pernah mengguncang dunia Islam. Menumpahkan ribuan,
bahkan jutaan darah kaum muslimin. Telah banyak harta dan jiwa yang
dikorbankan kaum muslimin untuk meredam fitnah ini

Lihatlah, sejak pembunuhan khalifah dan menantu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, disusul dengan
terbunuhnya khalifah dan menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, hingga pemberontakan
mereka terhadap negara Islam Bani Umayyah dan Abbasiyah, serta
negara-negara Islam hingga saat ini. Sehingga Dr. Ghalib bin Ali Al
‘Awajiy menyatakan,“Khawarij merupakan salah satu firqah besar yang
melakukan revolusi berdarah dalam sejarah politik Islam. Mereka telah
menyibukkan negara-negara Islam dalam waktu yang sangat panjang
sekali.” [1]

Pertama kali muncul, mereka mencela sebaik-baiknya orang shalih waktu
itu. Yaitu Khalifah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Bukanlah satu hal aneh,
karena tokoh pertama mereka yang bernama Dzul Khuwaishirah telah
mencela sebaik-baiknya makhluk Allah, yaitu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dikisahkan dalam riwayat dibawah ini :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا
نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي
تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ
يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ
أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ
فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ
أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ
الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudri bercerita,”Ketika kami bersama
Rasululluh n dan beliau membagi-bagikan sesuatu. Datanglah Dzul
Khuwaishirah seorang yang berasal dari Bani Tamim kepada beliau, lalu
berkata,’Wahai Rasulullah berbuat adillah!’ Lalu beliau
menjawab,’Celaku kamu, siapakah yang berbuat adil, jika aku tidak
berbuat adil? Engkau telah rugi dan celaka jika aku tidak adil’. Umar
berkata,’Wahai Rasulullah izinkanlah aku memenggal lehernya’. Beliau
menjawab,’Biarkan dia! Sesungguhnya dia memiliki pengikut. Salah
seorang dari kalian akan meremehkan sholatnya dibanding sholat mereka
dan puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an, tapi
hanya ditenggorokan mereka saja. Mereka meninggalkan agama, sebagaimana
anak panah keluar dari busurnya’.” [Mutafaqun alaihi].

Nampaklah, bahwa kemunculan Khawarij berawal dari persoalan harta dan
penentangan terhadap pemimpin. Sungguh benar sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah umatku adalah harta”.

Dzul Khuwaishirah menentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
slogan keadilan. Menuntut keadilan, hak dan persamaan. Dia menuduh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat tidak adil, sehingga menuntut
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keadaan
pengikutnya.

Tuduhan dan tuntutan seperti ini ditujukan kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tentunya, kepada orang yang berada dibawah (sesudah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), dari para penguasa dan wali amri
kaum muslimin lebih gampang dan mudah bagi mereka menyampaikan
tuntutannya. Ketika pengikut Dzul Khuwaishirah muncul pada zaman Ali
bin Abi Thalib, juga karena persoalan harta dan penentangan mereka
terhadap kebijakan Khalifah Ali Radhiyallahu ‘anhu [2]. Setelah itu,
mereka mengkafirkan pelaku dosa besar, menghalalkan darah dan harta
kaum muslimin seluruhnya, kecuali anggota sektenya. Inilah yang
melandasi pemberontakan mereka dan membunuh orang-orang yang tidak
bersalah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dalam
haditsnya,

إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ
حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ
الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ
الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“Sesungguhnya di belakang orang ini akan lahir satu kaum yangmembaca Al
Qur’an, tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari
Islam, seperti lepasnya anak panah dari busurnya. Mereka membunuh kaum
muslimin dan membiarkan penyembah berhala. Sungguh, jika aku
mendapatkan mereka, niscaya aku bunuh mereka dengan cara pembunuhan
kaum ‘Ad”.[3]

Dan dalam riwayat yang lainnya:

هُمْ شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ

“Mereka adalah sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah langit” [4]

Kaum Khawarij ini diperangi kaum muslimin, hingga hampir hilang dari
permukaan bumi. Memang, kumpulan mereka ini masih ada di beberapa
tempat, seperti: di Oman, Maroko, Al Jazair dan Zanjibar. Diwakili oleh
sekte Ibadhiyah. Meskipun demikian, pemikiran dan aqidah mereka masih
eksis dan bertebaran di sekitar kaum muslimin. dan terkadang sebagian
kaum muslimin tidak sadar memiliki pemikiran dan aqidah mereka ini.

Kemudian lebih dari seperempat abad yang lalu muncullah istilah takfir
dan hijrah, ditandai dengan satu kejadian besar. Yaitu pembunuhan
terhadap penulis kitab At Tafsir wal Mufassirun, Syaikh Muhammad Husein
Adz Dzahabi.

Jamaah takfir wal hijrah ini dikatakan oleh para peniliti, sebagai
bagian dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mereka kecewa dengan sikap dan
tindakan tokoh-tokoh pemimpin Ikhwanul Muslimin dengan peran mereka
dalam politik negeri Mesir. Lalu mengangkat panji hakimiyah sebagai
simbol pemisah kafir dan Islam. Pada akhirnya, mereka mengkafirkan
seluruh kaum muslimin, baik penguasa maupun rakyatnya –tentu- kecuali
anggota jamaah mereka.

Dari takfir ini, mereka melakukan pembunuhan, peledakan dan pelecehan
hak para ulama serta kaum muslimin. Mereka mengambil pemikirannya
berdasarkan tulisan dan pernyataan Sayyid Quthub yang telah menjadi
imam dan pemikir sejatinya. Kita akan semakin jelas melihatnya, jika
mencermati dan menelaah pemikiran Sayyid Quthub, salah seorang tokoh
legendaries Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mereka banyak menjadikan
pemikiran tokoh intelektual ini dalam kaidah beragama. Memnyebabkan
mereka menjadi orang yang cepat memvonis kafir terhadap orang lain.
Mencela para ulama yang tidak cocok atau dianggap tidak sesuai dengan
mereka. Hal ini tidaklah mengherankan. Karena orang yang telah terkena
fitnah takfir, tentunya tidak lepas dari gaya penampilan para pendahulu
mereka dari kalangan Khawarij. Beberapa pemikiran Sayyid Quthub tentang
takfir, dapat diketahui besarnya bahaya yang muncul karenanya.

Tentang takfir ini [5], Sayyid Quthub mengkafirkan hampir seluruh kaum
muslimin, termasuk para muadzin yang selalu melantunkan kalimat tauhid.
Seperti ini dapat dilihat pada tulisan beliau. Diantara pernyataan
beliau, ialah:

1. Manusia telah murtad kepada penyembahan makhluk (paganisme) dan
kejahatan agama serta telah keluar dari Laa ilaha Illa Allah. Walaupun
sebaian mereka masih selalu mengumandangkan Laa ilaha Illa Allah diatas
tempat beradzan”.[6]

2. Manusia telah kembali kepada kejahiliyahan, dan keluar dari Laa
ilaha Illa Allah … Manusia seluruhnya -termasuk orang–orang yang selalu
mengumandangkan kalimat Laa ilaha illa Allah pada adzan-adzan di timur
sampai barat bumi ini tanpa pengertian dan pembuktian nyata- bahkan
mereka ini lebih berat dosa dan adzabnya pada hari kiamat; karena
mereka telah murtad kepada penyembahan makhluk, setelah jelas bagi
mereka petunjuk dan setelah mereka berada di agama Allah [7].

3. Masyarakat yang menganggap dirinya muslim masuk ke dalam lingkungan
masyarakat jahiliyah, bukan karena meyakini uluhiyah kepada selain
Allah. Bukan pula karena menunjukkan syi’ar-syi’ar peribadatan kepada
selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi mereka masuk ke dalam
lingkup ini karena tidak beribadah kepada Allah saja dalam hukum-hukum
kehidupannya.[8]

4. Orang yang tidak mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
hakimiyah –di semua zaman dan tempat- adalah orang-orang musyrik. Tidak
mengeluarkan mereka dari kesyirikan ini, walaupun mereka berkeyakinan
terhadap Laa ilaha illa Allah dan tidak pula syi’ar (peribadatan) yang
mereka tujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.[9]

5. Di permukaan bumi ini, tidak ada satupun negara Islam dan tidak pula masyarakat muslim [10].

Sayyid Quthub mengkafirkan masyarakat kaum muslimin yang ada. Karena
–masyarakat muslim itu- tidak menggunakan hukum-hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala dalam mengatur kehidupan mereka. Akan tetapi, beliau
mensifatkan penyembah berhala -dari kalangan kaum musyrikin- dengan
pernyataannya: “Kesyirikan mereka yang hakiki bukanlah pada
permasalahan ini -yaitu penyembahan berhala untuk mendekatkan diri dan
meminta syafaat di hadapan Allah- dan tidak pula islamnya orang yang
masuk Islam karena meninggalkan permohonan syafaat kepada para berhala
tersebut”.[11]

Perhatikanlah pernyataan beliau ini. Bukankah menyelisihi firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini?

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan),”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu,” [An
Nahl:36]

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu”, [An Nisa:48].

Bahkan para Rasul berdakwah mengajak kaumnya untuk tidak menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyatakan,

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selainNya”. [Al-A’raf:59].

Kemudian kaum ‘Ad membantah ajakan nabi mereka dengan menyatakan,

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَاكَانَ
يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ
الصَّادِقِينَ

“Mereka berkata,”Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya
menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh
bapak-bapak kami, maka datangkanlah adzab yang kamu ancamkan kepada
kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” [Al-A’raf:70].

Demikian juga kaum Nabi Nuh Alaihissallam, ketika didakwahi untuk tidak
menyembah orang shalih yang diyakini dapat memberi syafaat dan
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka menyatakan,

وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَتَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَسُوَاعًا وَلاَيَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka berkata,”Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
ilah-ilah kamu, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr,”
[Nuh:23].

Ternyata dakwah para Rasul ialah mengajak manusia menyembah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi syirik dalam peribadatan, bukan syirik
hakimiyah; tidak seperti yang mereka inginkan. Bahkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dalam pernyataan beliau :

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا
ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً

“Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika kamu menjumpaiKu dengan membawa
sepenuh bumi kesalahan, kemudian menjumpaiKu dalam keadaan tidak
menyekutukanKu, sungguh Aku akan memberimu sepenuh pengampunan bumi”
[12].

يَا مُعَاذُ أَتَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ قَالَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا أَتَدْرِي مَا حَقُّهُمْ عَلَيْهِ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ قَالَ أَنْ لَا يُعَذِّبَهُمْ

“Wahai Mu’adz, tahukah engkau, apa hak Allah atas hambaNya?Dia (Mu’adz)
menjawab,“Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah
menjawab,“MenyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Apakah engkau tahu,
apa hak mereka atas Allah?” Mu’adz menjawab,“Allah dan RasulNya lebih
mengetahui.” Beliau menjawab,“Tidak mengadzab mereka.” [13]

Subhanallah! Seandainya memang benar perkataan dan pernyataan Sayyid
Quthub ini, tentulah apa yang didakwahkan para Rasul tersebut tidak
sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan umat manusia. Ini sungguh
kesalahan yang sangat fatal sekali.

Pemikiran takfir ini terus merebak di kalangan para pemuda kaum
muslimin yang bersemangat. Sehingga, akibatnya mereka mengorbankan diri
untuk meledakkan bom, merusak dan membunuh dengan dalih jihad suci
melawan orang kafir. Bahkan lebih dari itu, mereka melecehkan para
ulama dan mengkafirkannya. Lantaran para ulama itu tidak mengkafirkan
orang yang telah kafir. Sungguh mengerikan akibat ditimbulkan dari
pemikiran takfir ini.

Maka, sudah seharusnya kaum muslimin senantiasa waspada terhadap
kembalinya pemikiran-pemikiran yang merusak ini. Yaitu dengan menuntut
ilmu agama dari para ulama, dan tidak tergesa-gesa memvonis kafir
(takfir) terhadap orang lain, serta senantiasa menyerahkan permasalahan
kepada ahlinya.

Ya Allah, kembalikanlah kami dan mereka ke dalam naungan Engkau. Tunjukanlah ke jalan yang Engkau ridhai.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12//Tahun VI/1423H/2003M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Firaqun Mu’asharah Tantasibu Ilal Islam 1/88, karya Dr. Ghalib bin Ali Al ‘Awajiy
[2]. Lihat kisahnya dalam perdebatan Ibnu Abbas dengan mereka dalam buku Mengapa Memilih Manhaj Salaf, halaman 135-140
[3]. Diriwayatkan oleh Abu Daud.
[4]. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, no. 2926 dan Ibnu Majah dalam Muqaddimah, no.173
[5]. Semua penukilan perkataan Sayyid Quthub diambil dari makalah
Syaikh Sa’ad Al Hushein dalam Majalah Al Ashalah, 35/VI/Sya’ban 1422H,
halaman 30-32, yang berjudul Fitnah At Takfir.
[6]. Fi Dzilalil Qur’an 2/1057, Cetakan Darusy Syuruq.
[7]. Ibid.
[8]. Ma’alim Fi Thariq, hal.101, Cetakan Darusy Syuruq.
[9]. Fi Dzilalil Qur’an 2/1492, Cetakan Darusy Syuruq.
[10]. Ibid. 2/2122.
[10]. Ibid. 3/1492.
[11]. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, no.3463.
[12]. Mutafaqun ‘alaihi

Penulis: kusnanto_abuzahra

Perkenalkan nama saya Kusnanto yang lahir pada tanggal 7 September 1978 di Bogor, dikaruniai dua orang anak perempuan yang sangat lucu2, Insya Allah Adik baru akan menyusul...Amin.

Tinggalkan komentar